Betapa Kejamnya Kekerasan Seksual dan Bunuh Diri
Ny.
Anisa, 24 tahun adalah korban kekerasan seksual dari suaminya. Kejadian
dilakukan berulang-ulang tetapi Ny. Anisa tidak mampu berbuat apa-apa karena
diancam. Ny. Anisa melakukan percobaan bunuih diri karena merasa malu. Keluarga
berharap pada perawat agar Ny. aNisa mendapat bantuan hukum dan psikologi.
STEP 1
Kekerasan seksual : memaksakan kehendak
seksual kepada orang lain yang meliputi merendahkan, serta meremehkan gender.
STEP
2
1. Apa
saja faktor resiko kekerasan seksual?
2. Apa
saja bentuk kekerasan seksual?
3. Istilah-istilah
dalam kekerasan seksual (sexual assault,
sexual abuse, sexual violence, sexual harassment)?
4. Apa
saja dampak kekerasan seksual terhadap korban?
5. Bagaimana
peran perawat sesuai kasus?
6. Apa
faktor penyebab dari kekerasan seksual?
7. Bagaimana
penatalaksanaan pasien dengan percobaan bunuh diri?
8. Bagaimana
pandangan hukum dan peraturannya terkait bunuh diri , serta apa peran perawat
di dalamnya?
9. Bagaimana
stigma masyarakat dan perannya dalam upaya pencegahan kekerasan seksual?
10. Apa
penyebab dari bunuh diri?
11. Bagaimana
dampak pecobaan bunuh diri?
12. Bagaimana
rentang respon perilaku kekerasan dan bunuh diri?
13. Apa
langkah pertama dari program penanganan perilaku kekerasan?
14. Apa
saja tanda seseorang memiliki kecenderungan berperilaku kekerasan?
15. Apa
saja tanda seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan percobaan bunuh
diri?
STEP 3
1. Yang
beresiko untuk terjadi kekerasan seksual antara lain:
a. Kaum
minoritas
b. Disabilitas
c. Perempuan
lebih beresiko daripada laki-laki
d. Faktor
budaya
e. Tingkat
pendidikan rendah
f. Lemahnya
proses adaptasi di keluarga
2. Bentuk
dari kekerasan seksual tidak hanya perkosaan tetapi hanya dengan perabaan,
sentuhan, ciuman juga termasuk dalam kekerasan seksual.
3. Istilah-istilah:
a. Secual
assaultà
berhubungan seksual tetapi salah satu pihak tidak merasakan kenikmatan.
b. Marital
rape à
pasangan suami istri, namun salah satu dipaksa untuk berhubungan intim.
c. Sexual
violence à
kekerasan verbal, merendahkan
4. Dampak
kekerasan seksual terhadap korban:
a. Masalah
identitas
b. Isolasi
diri maupun sosial
c. Substance
abuse
d. Tidak
percaya diri
e. Perilaku
seksual abnormal
f. Penularan
penyakit
g. Powerlessness
h. Ketakutan
berlebihan
i.
Peran terganggu
j.
Kehamilan tidka diinginkan à
preterm birth
k. Masa
depan suram à
bila terjadi pada anak-anak.
5. –
6. Faktor
penyebab kekerasan seksual:
a. Anak
pernah melihat orangtua melakukan kekerasan seksual
b. Anak
pernah menjadi korban kekerasan seksual
c. Kebutuhan
seksual tidka terpenuhi sehingga tersalurkan dalam bentuk kekerasan seksual
d. Teori
frustasi-agresi
e. Ketidakpuasan
hubungan seksual
f. Sanksi
bagi pelaku kekerasan seksual masih rendah.
7. Penatalaksanaan
pasien percobaan bunuh diri
a. Memiliki
keterampilan
b. Menjauhkan
dari benda-benda yang membahayakan
c. Komunikasi
terapeutik
d. Meningkatkan
harga diri
e. Memulihkan
kepercayaan terhadap orang lain
f. Terapi
kogniti dan CBT à mengubah pola pikir negatif menjadi
positif
g. Modifikasi
tempat, sarana serta waktu.
8. –
9. Jika
hal ini terjadi di luar ikatan pernikahan
a. Daripada
dosa à
lebih baik dinikahkan
b. Aborsi
10. Penyebab
percobaan bunuh diri:
a. Depresi
b. Putus
asa
c. Riwayat
keluarga
d. Status
sosial ekonomi yang rendah
e. Tingkat
keimanan yang rendah
f. Kejadian
stressfull
g. Kemampuan
kognitif yang rendah
h. Kehilangan
sosok yang dicintai
i.
Penyakit kronis
j.
Halusinasi
k. Kemampuan
rasionalisasi yang rendah
NB: penyebab dari bunuh
diri itu multifaktorial, tidak unifaktorial.
11. Dampak
percobaan bunuh diri:
a. Depresi
b. Isolasi
diri
c. Timbul
masalah psikis yang lain
d. Cedera
e. Mood
disorder
f. Rentan
mengalami masalah psikis yang lain
g. Melemahkan
fungsinal individu
h. Keluarga
malu
i.
Pandangan negatif terhadap individu
tersebut
12. –
13. –
14. –
15. –
KEKERASAN SEKSUAL
|
Dampak
|
Penyebab
|
Bentuk
|
Tanda-tanda
|
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
|
SUICIDE
|
Tanda-tanda
|
Penatalaksanaan
-Intervensi/
terapi
-Peran
perawat
|
Tingkatan
|
Pandangan hukum
|
Dampak
|
STEP
4
-
STEP 5
Learning Objectives :
no. 2,3,5,8,12,13,14,15
STEP 6
Self
study
STEP 7
·
Bentuk-bentuk
kekerasan seksual
Menurut
Komnas Perempuan (2004), terdapat 14 jenis kekerasan seksual, yaitu:
1. Perkosaan
dimaknai sebagai serangan yang diarahkan pada bagian seksual dan seksualitas
seseorang dengan menggunaakn organ seksual (penis) ke organ seksual (vagina),
anus atau mulut, atau dengan menggunakan bagian tubuh lainnya yang bukan organ
seksual ataupun benda-benda lainnya. Serangan itu dilakukan dengan kekerasan,
dengan ancaman kekerasan ataupun dengan pemaksaan sehingga mengakibatkan rasa
takut akan kekerasan, di bawah paksaan, penahanan, tekanan psikologis atau
penyalahgunaan kekuasaan atau dapat mengambil kesempatan dari lingkungan yang
koersif, atau serangan atas seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan
yang sesungguhnya.
2. Perdagangan perempuan
untuk tujuan seksual adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun
antar negara, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.
3. Pelecehan seksual
merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik
maupun non fiik yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas
seseorang, termasuk dengan menggunakan siulan, main mata, komentar atau ucapan
bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan
seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang
bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidka nyaman, tersinggung merasa
direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan
keselamatan.
4. Penyiksaan seksual
adalah perbuatan yang secara khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan
yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan
yang hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual, pada seseorang untuk
memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang ketiga, dengan
menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah dilakukan
olehnya ataupun oleh orang ketiga, untuk mengancam atau memaksanya atau orang
ketiga, dan untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi atas alasan
apapun, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas
hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik.
5. Eksploitasi seksual
merujuk pada aksi atau percobaan penyalahgunaan kekuatan yang berbeda atau
kepercayaan, untuk tujuan seksual termasuk tapi tidak terbatas pada memperoleh
keuntungan dalam bentuk uang, sosial maupun politik dari eksploitasi seksual
terhadap orang lain. Termasuk di dalamnya adalah tindakan mengiming-imingi
perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, yang kerap disebut
oleh lembaga pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan sebagai kasus
“ingkar janji”. Iming-iming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat yang
mengaitkan posisi perempuan dengan status perkawinannya sehingga perempuan
merasa tidak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak pelaku,
agar ia dinikahi.
6. Perbudakan seksual
adalah sebuah tindakan penggunaan sebagian atau segenap kekuasaan yang melekat
pada “hak kepemilikan” terhadap seseorang, termasuk akses seksual melalui
pemerkosaan atau bentuk-bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan seksual juga
mencakup situasi-situasi dimana perempuan dewasa dan anak-anak dipaksa untuk
menikah, memberikan pelayanan rumah tangga atau bentuk kerja paksa yang pada
akhirnya melibatkan kegiatan seksual paksa termasuk perkosaan oleh penyekapnya.
7. Intimidasi/serangan bernuansa
seksual, termasuk ancaman/percobaan perkosaan
adalahtindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau
penderitaan psikis pada perempuan. Serangan dan intimidasi seksual disampaikan
secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan lain-lain
8. Kontrol seksual, termasuk
pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif
beralasan moralitas dan agama mencakup berbagai tindak kekerasan secara
langsung maupun tidak langsung, dan tidak hanya melalui kontak fisik, yang dilakukan
untuk mengancam atau memaksakan perempuan mengenakan busana tertentu atau
dinyatakan melanggar hukum karena cara ia berbusana atau berelasi sosial dengan
lawan jenisnya. Termasuk di dalamnya adalah kekerasan yang timbul akibat aturan
tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas
daripada kekerasan seksual.
9. Pemaksaan Aborsi
adalah pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman,
maupun paksaan dari pihak lain.
10. Penghukuman tidak manusiawi dan
bernuansa seksual adalah cara menghukum yang menyebabkan
penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak
bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Termasuk dalam penghukuman tidak
manusiawi adalah hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang merendahkan martabat
manusia yang ditujukan bagi mereka yang dituduh melanggar norma-norma
kesusilaan.
11. Pemaksaan perkawinan,
termasuk kawin paksa dan kawin gantung adalah situasi dimana perempuan terikat
perkawinan di luar kehendaknya sendiri, termasuk di dalamnya situasi dimana
perempuan merasa tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orang
tuanya agar ia menikah, sekalipun bukan dengan orang yang ia inginkan atau
dengan orang yang tidak ia kenali, untuk tujuan mengurangi beban ekonomi
keluarga maupun tujuan lainnya. Pemaksaan perkawinan juga mencakup situasi
dimana perempuan dipaksa menikah dengan orang lain agar dapat kembali pada
suaminya setelah dinyatakan talak tiga (atau dikenal dengan praktik “Kawin Cina
Buta”) dan situasi dimana perempuan terikat dalam perkawinannya sementara
proses perceraian tidak dapat dilangsungkan karena berbagai alasan baik dari
pihak suami maupun otoritas lainnya. Tidak termasuk dalam penghitungan jumlah
kasus, sekalipun merupakan praktik kawin paksa, adalah tekanan bagi perempuan
korban perkosaan untuk menikahi pelaku perkosaan terhadap dirinya.
12. Prostitusi Paksa
merujuk pada situasi dimana perempuan dikondisikan dengan tipu daya, ancaman
maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Pengondisian ini dapat terjadi
pada masa rekrutmen maupun untuk membuat perempuan tersebut tidak berdaya untuk
dapat melepaskan dirinya dari prostitusi, misalnya dengan penyekapan,
penjeratan hutang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi paksa memiliki beberapa
kemiripan, namun tidak selalu sama dengan perbudakan seksual atau dengan
perdagangan orang untuk tujuan seksual
13. Pemaksaan kehamilan
yaitu ketika perempuan melanjutkan kehamilan yang tidak ia kehendaki akibat
adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain. Kondisi ini misalnya
dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain
kecuali melanjutkan kehamilannya akibat perkosaan tersebut. Pemaksaan kehamilan
ini berbeda dimensi dengan kehamilan paksadalam konteks kejahatan terhadap
kemanusiaan, sebagaimana dirumuskan dalam Statuta Roma, yaitu situasi
pembatasan secara melawan hukum terhadap seorang perempuan untuk hamil secara
paksa, dengan maksud untuk membuat komposisi etnis dari suatu populasi atau
untuk melakukan pelanggaran hukum internasional lainnya.
14. Praktik tradisi bernuansa seksual
yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan. Praktik
tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
merujuk pada kebiasaan berdimensi seksual yang dilakukan masyarakat , kadang
ditopang dengan alasan agama dan/atau budaya, yang dapat menimbulkan cidera
secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan atau dilakukan untuk
mengontrol seksualitas perempuan dalam perspektif yang merendahkan perempuan.
Sedangkan ditilik dari ranahnya, Komnas
Perempuan (2004) mengelompokkan kekerasan seksual menjadi :
1. Personal
artinya kekerasan seksual dilakukan ileh orang yang memiliki hubungan darah,
kekerabatan, perkawinan maupun relasi intim (pacaran) dengan korban. Jumlah
kasus ini merupakan jumlah yang paling tinggi, yaitu mencapai ¾ dari total
kekerasan seksual (70.115 kasus).
2. Publik
berarti kasus dimana korban dan pelaku tidak memiliki hubungan kekerabatan,
darah ataupun perkawinan, yang mencapai 22.284 kasus. Pelaku dalam kekerasan
ini adalah majikan, tetangga, guru, teman kerja, tokoh masyarakt, ataupun orang
yang tidak dikenal.
3. Negara
dimana jika ditinjau dari konteks pelakunya adalah aparat negara dalam
kapasitas tugasnya yang tidak berupaya menghentikan atau justru membiarkan
tindak kekerasan seksual terjadi. Jumlah kasus ini merupakan yang paling rendah
dari total kekerasan seksual (1.561 kasus).
Berikut dipaparkan pula data jumlah
kasus kekerasan seksual menurut jenis dari tahun 1998-2010 (Komnas Perempuan, 2004):
Dokumentasi Komnas Perempuan
memperlihatkan bahwa dari total kasus kekerasan seksual yaitu 93.960 kasus,
kurang dari 10% saja kasus kekerasan seksual yang terpilah, yaitu 8.784 kasus. Dari
grafik di atas terlihat bahwa lebih dari 50% kasus kekerasan seksual adalaha
perkosaan. Selanjutnya disusul perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
sebesar 15%, pelecehan seksual 12%. Sisanya berturut-turut kurang dari 10%
seperti penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, intimidasi
atau serangan seksual, kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan
kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama, pemaksaan aborsi, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual,
pemaksaan perkawinan.
Adapun bentuk kekerasan seksual yang
lebih spesifik pada anak menurut Tower (2002) yang membagi dalam kategori
berdasar identitas pelaku, terdiri dari:
1. Familial abuse
Incest
merupakan sexual abuse yang masih
dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Menurut Mayer (dalam
Tower, 2002) menyebutkan kategori incest dalam
keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak.
a. Kategori
pertama disebut sexual molestation
(penganiayaan) yang meliputi intneraksi noncoitus,
petting, fondling, exhibitionism, dan voyeurism,
semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
b. Kategori
kedua disebut sexual assault (perkosaan)
berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris).
c. Kategori
ketiga disebut forcible rape
(perkosaan secara paksa) meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan
ancaman menjadi sulit bagi korban.
2. Extrafamilial abuse
Extrafamilial
abuse dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban
dan hanya sekitar 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Pornografi anak
menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar, foto, slide,majalah, dan buku (O’Brien,
Trivelpiece,Pecora et al., dalam Tower, 2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat dalam
melakukan kekerasan seksual Kemungkinan pelaku mencoba perilaku untuk mengukur
kenyamanan korban. Jika korban menuruti, kekerasan akan berlanjut dan intensif,
berupa:
a. Nudity(dilakukan
oleh orang dewasa).
b. Disrobing(orang
dewasa membuka pakaian di depan anak).
c. Genital
exposure(dilakukan oleh orang dewasa).
d. Observation
of the child(saat mandi, telanjang, dan saat membuang air).
e. Mencium
anak yang memakai pakaian dalam.
f. Fondling(meraba-raba
dada korban, alat genital, paha, dan bokong).
g. Masturbasi
h. Fellatio(stimulasi
pada penis, korban atau pelaku sendiri).
i.
Cunnilingus(stimulasi pada vulva atau
area vagina, pada korban atau pelaku).
j.
Digital penetration(pada anus atau rectum).
k. Penile
penetration(pada vagina).
l.
Digital penetration(pada vagina).
m. Penile
penetration(pada anus atau rectum).
n. Dry
intercourse(mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya, paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002).
·
Beberapa istilah-istilah dalam kekerasan
seksual:
o
Sexual
abuse adalah perilaku menghabiskan waktu bersama dan
sangat care sampai memberi hadiah
tanpa alasan.
o
Sexual
harassment adalah perilaku seksual yang tidak
diinginkan yang disampaikan melalui kontak fisik maupun mengambil keuntungan
tertentu dengan menggunakan umpan-umpan bernuansa seksual, mempertunjukkan
materi-materi pornografi dan keinginan seksual yang dilakukan dengan sengaja
dan berulang-ulang, misalnya dengan touching,
grabbing, flashing, pinching/ brushing up against someone in sexual way.
o
Sexual
assault adalah segala serangan yang mengarah pada
seksualitas (laki-laki maupun perempuan) yang dilakukan di bahwa tekanan
termasuk perkosaaan, perbudakan seksual, perdagangan orang untuk tujuan
seksual, pelecehan seksual, sterilisasi paksa, penghamilan paksa dan prostitusi
paksa.
·
Peran perawat dalam menangani percobaan
bunuh diri:
o
Menggunakan peran authoritative. Pada situasi krisis atau tidak ada penyelesaian
alternatif masalah akan mengakibatkan pasien ingin sendiri di ruangannya untuk
berfikir sendiri, namun hal ini tidak diizinkan karena akan meningkatkan resiko
bunuh diri.
o
Memberikan lingkungan yang aman,
misalnya dengan cara menjauhkan dari benda tajam, mengobservasi setiap 10menit,
menempatkan pada ruangan yang mudah dilihat oleh petugas.
o
Membuat daftar support system karena orang dengan resiko bunuh diri mempunyai support system support yang kurang.
o
Memberikan konseling kepada pasien.
Tipe-tipe konseling yang dapat diberikan antara lain:
§ The Dynamics of Sexual Abuse
à
fokus pada pengembangan konsepsi.
§ Protective behavioral counselling à dilatih menguasai keterampilan
mengurangi kerentanan sesuai dengan usia. Misalnya menolak cemoohan,
menghindari orang jaaht, tidak segan-segan untuk lapor kepada orangtua.
§ Survivor/ self-esteem counselling à
menyadarkan bawha mereka bukan korban, tetapi seseorang yang mampu bertahan
untuk menghadapi sexual abuse.
§ Feeling counselling à
identifikasi
kemampuan anak yang mengalami sexual
abuse untuk mengenali berbagai perasaan sehingga dapat mengekspresikan
perasaan yang tidak menyenangkan dan akhirnya dapat memfokuskan perasaan marah.
§ Cognitive therapy à
mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif.
o
Membuat kontrak dengan pasien untuk
tidak melakukan bunuh diri. Menurut penelitian, kontrak tidak mencegah perilaku
membahayakan diri sendiri, tetapu dengan mengkaji pasien dan mungkin dengan
meningkatkan interaksi pasien akan mengurangi perilaku bunuh dirinya. Beberapa
hal yang dapat dikaji, telah dirangkum dalam tabel berikut.
Perilaku atau gejala
|
Intensitas
resiko
|
||
Ringan
|
Sedang
|
Tinggi
|
|
Anxiety
Depression
Isolation,
withdrawal
Daily
functioning
Resources
Coping
strategies, devices being used
Significant
others
Psychiatri
help in past
Lifestyle
Alcohol
or drug use
Previous suicide attempts
Disorientation,
disorganization
Hostility
Suicide
plan
|
Mild
Mild
Some
feelings or isolation, no withdrawal
Fairly
good in most activities
Several
Generally
constructive
Several
who are available
None,
or positive attitude toward
Stable
Infrequently
to excess
None, or of low lethality
None
Little
or none
Vague,
fleeting thought but no plan
|
Moderate
Moderate
Some
feelings of helplessness, hopelessness, and withdrawal
Moderatey
good in some activities
Some
Some
that are constructive
Few
or only one available
Yes,
and moderately satisfied
Moderately
stable
Frequently
to excess
One or more, of moderate lethality
Some
Some
Frequent
thoughts, occasional ideas about a plan
|
High,
or panic state
Severe
Hopeless,
helpless, withdrawn, and self-deprecating
Not
good in any activities
Few or more
Predominantly
destructive
Only
one or none available
Negative
view of help received
Unstable
Continual abuse
Multiple
attempts of high lethality
Marked
Marked
Frequent or constant thought with a spesific plan |
Selain
itu, bunuh diri dapat dikaji dengan menggunakan “SAD PERSONS Assessment Scale”
:
o
Sà
Sex:
laki-laki lebih sering melakukan usaha bunuh diri, sedangkan perempuan lebih
sering untuk percobaan bunuh diri.
o
Aà
Age:
usia yang lebih beresiko bunuh diri adalah di bawah 19 tahun dan di atas 45
tahun.
o
Dà
Depression: resiko bunuh diri meningkat seiring dengan
meningkatnya depresi.
o
Pà
Previous attempts: angka kejadian bunuh diri meningkat
pada individu dengan riwayat percobaan bunuh diri.
o
Eà
Ethanol or alcohol abuse: angka kejadian bunuh diri lebih
tinggi pada alkoholik dibandingkan dengan populasi umum.
o
Rà
Rational thinking: resiko bunuh diri lebih besar pada
individu dengan gangguan berpikir rasional.
o
Sà
Social support: individu yang kurang mendapatkan
dukungan sosial beresiko lebih besar untuk melakukan bunuh diri.
o
Oà
Organized plan: rencana bunuh diri yang telah
terorganisir akan mempunyai resiko bunuh diri yang lebih besar.
o
Nà
No spouse: single, cerai, janda, atau individu yang terpisah
mempunyai resiko bunuh diri lebih besar
dibandingkan dengan yang nikah.
o
Sà
Sickness: individu dengan penyakit kronis beresiko lebih
besar untuk melakukan bunuh diri.
·
Tinjauan hukum mengenai bunuh diri:
o
Pasal 345 KUHP
“Barang siapa sengaja
mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau
memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun kalau orang tersebut jadi bunuh diri.”
o
Pasal 346 KUHP
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandunganya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.”
o
Pasal 347 KUHP
“(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.”
“(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
o
Pasal 348 KUHP
“(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
“(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
o
Pasal 349 KUHP
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga.”
·
Rentang respon protektif diri
o
Perilaku destruktif diri adalah
aktivitas yang apabila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
§ Langsung:
setiap bentuk aktivitas bunuh diri
§ Tidak
langsung: setiap bentuk aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan
daoat mengarah kepada kematian tetapi hal ini tidak disadari oleh pelaku,
misalnya merokok, mengebut, terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi.
o
Pencederaan diri adalah tindakan
membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja, misalnya membenturkan
kepala.
o
Perilaku bunuh diri
Menurut Stuart, Gail W.
2006 : 227, perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang:
§ Suicidal ideation
àpada
tahap ini merupakan kontemplasi dari suicide,
atau sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan
klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun dmeikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki
pikiran tentang keinginan untuk mati.
§ Suicidal intent à
pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yag konkrit
untuk melakukan bunuh diri.
§ Suicidal threat à
pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
§ Suicidal gesture
à
pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat
pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami
ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini
masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering dinamakan “crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress
yang tidak mampu diselesaikan.
§ Suicidal attempt à
pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
Indeks keparahan bunuh
diri menurut Green (1995)
Severity
index for suicide risk. (Data from Green, E., Katz, J., & Marcus, P.
[1995]. Practice guidelines for suicide/ self harm prevention. In E. Green
& J. Katz [Eds.], Clinical
practice guidelines or the adult patients [pp. 250-l-250-21]. St.
Louis, MO: Mosby-Year Book.)
|
Keterangan:
o
No
suicidal ideationà tidak bresiko untuk bunuh diri.
o
Mild
thoughts of suicide à berpikir cepat tentang bunuh diri.
Pasien mengatakan ia tidak akan melakukan usaha apapun untuk bunuh diri. Pasien
mempunayi support system yang dapat
membantu mengidentifikasi tujuan hidup.
o
Moderate
thoughts of suicide à pasien berpikir bunuh diri sebagai
pilihan untuk menyelesaikan masalah. Dia berpikir untuk tidur dan tidak pernah
bangun. Dia juga tidak mengutarakan
rencananya secara eksplisit. Dia memiliki support
system, tetapi dia tidak menggunakannya karena merasa hal tersebut akan
menjadikan beban untuk orang lain. Kepercayaan atau religi bisa menjadi
penanganan atau malah menjadi penghalang.
o
Advanced
thoughts of suicide à pasien membuat isyarat untuk bunuh
diri, tetapi tidak mematikan (misalnya overdosis
ringan, memotong jari) atau punya pikiran intrusif tentang bunuh diri atau
berkata pada perawat/ psikiater bahwa ia bunuh diri. Pasien lebih memilih mati
daripada melanjutkan hidup. Dia tidak menggunakan support system yang dimilikinya, dan membutuhkan hospitalisasi
untuk mencegah isyarat bunuh diri yang mematikan.
o
Severe
thoughts of suicide à pasien sudah ingin mati dan tidak ada
cara lain untuk menyelesaikan masalah selain mati. Dia memutuskan komunikasi
dan memilih isolasi diri. Dia juga tidak kooperatif dengan terapi yang
diberikan kepadanya karena akan menghalangi usaha bunuh dirinya. Pikiran
intrusif tentang kematian dan bunuh diri telah menguasai sebagian dari proses
pikirnya.
·
Langkah pertama dalam program penanganan
kekerasan.
o
Setiap orang yang menjadi korban
kekerasan mempunyai hak seperti mendapatkan perlindungan keluarga, kejaksaanm
pengadilan, lembaga sosial, advokat atau pihak lain.
o
Setiap orang yang melihat, mendengar,
atau mengetahui kejadian kekerasan wajib berupaya mencegah tindak pidana,
memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat serta
proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
o
Tindakan-tindakan pertolongan pertama
dapat berupa kabur ke tempat yang lebih aman, menghubungi seseorang yang dapat
dipercaya, melindungi barang bukti, dan pergi ke pelayanan kesehatan yang
menyediaka visum.
§ Cara
melapor kepada polisi yaitu 1x24jam sejak menerima laporan kekerasan, maka akan
diberi perlindungan sementara selama 7 hari (paling lama). Kemudian polisi
melakukan penyelidikan dan memberikan keterangan korban.
§ Sedangkan
sebagai tenaga kesehatan, yang dapat dilakukan adalah pemberian pelayanan
kesehatan berdasarkan standar profesinya dan laporan tertulis hasil pemeriksaan
korban (Visum et repertum) yang dapat digunakan sebagai barang bukti.
o
Ruang lingkup dan sasaran pelayanan:
§ IGD:
ü Penatalaksanaan
korban atau pasien korban terhadap perempuan, penatalaksanaan terhadap
perlakuan salah atau penderaan terhadap anak dan KDRT melalui pelayanan medik.
ü Melaksanakan
kegiatan medikolegal.
ü Melakukan
pengobatan dengan pendekatan psikososial.
§ Non
IGD:
ü Melakukan
proses penyelidikan bila diperlukan.
ü Melakukan
pendampingan dalam masa pemulihan.
ü Melakukan
bantuan hukum.
ü Mencarikan
rumah aman bila diperlukan.
o
Penilaian terhadap anak korban kekerasan
terhadap anak
§ IGD:
ü Anamnesis
(umur, urutan kejadian, jenis penderaan, oleh siapa, dimana, kapan, dengan apa,
berapa kali, akibat pada anak,, orang yang ada disekitar, waktu jeda antara
kejadian dan kedatangan ke RS, kesehatan sebelumnya, riwayat trauma serupa
sebelumnya, riwayat penyakit, pertumbuhan fisik dan psikis, serta siapa yang
mengawasi sehari-hari.
ü Pemeriksaan
fisik berupa gizi, hygiene, tumbuh kembang anak, keadaan umum, fungsi vital,
keadaan fisik umum, merabad an memeriksa semua tulang, mendaftar dan plot pada
diagram topografi jenis luka yang ada, memperhatikan daerah luka terselubung
misalnya mata, telingan, mulut dan kelamin.
ü Pemeriksaan
penunjang dengan pemeriksaan radiologis, dan hematologis.
ü Membuat
laporan medis resmi.
§ Non
IGD:
ü Pengambilan
foto berwarna
ü Pemeriksaan
fisik saudara kandung
ü Skrining
perilaku
ü Skrining
tumbuh kembang anak balita.
o
Program-program lain yang dapat
dilakukan khususnya pada korban kekerasan terhadap anak adalah:
§ Secara
langsung
ü Penarikan
anak-anak dalam situasi sulit (dengan pendekatan manusiawi)
ü Perlindungan
sementara bagi anak-anak yang membutuhkan karena situasi darurat atau terlepas
dari eksploitasi, berupa penyediaan pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, dan pendidikan.
ü Rehabilitasi
dan recovery
ü Pembelaan
terhadap anak
ü Reintegrasi
dengan keluarga
ü Menindaklanjuti
untuk memperkuat atau mempertahakan kesehatan anak.
§ Secara
tidak langsung
ü Peraturan
pemerintah
ü Advokasi
perubahan kebijakan pencegahan dan penangan child
abuse
ü Pengembangan
sistem informasi (update data perlindungan anak, kasus pelanggaran)
ü Pendidikan
orangtua dengan penyuluhan
ü Penyuluhan
masyarakat
ü Pengembangan
jaringan kerja dengan berbagai lembaga pemerintah, LSM, dan perguruan tinggi.
·
Tanda seseorang berperilaku kekerasan:
o
Riwayat masa kanak-kanak mengalami kekerasan
fisi atau psikologis.
o
Harga diri, pendapatan prestasi akademik
yang rendah
o
Kelainan mood atau alam perasaan
(depresi), ketidakmampuan mengontrol marah, dan atau dulu pernah menjadi
penganiaya.
o
Ketergantungan emosi dan ketidak tegasan
o
Percaya keras pada peranan gender,
seperti laki-laki mendominasi dan pemimpin dalam suatu hubungan.
o
Mempunyai maksud menguasai dan
mengontrol dalam suatu hubungan.
Adapun
karakteristik keluarga dengan kekerasan adalah
o
Isolasi sosial à
tertutup dan jarang berinteraksi dengan orang lain
o
Abuse
of power and control à biasanya pelaku kekerasan ini merupakan
pemegang kekuasaan atau kontrol dari korbannya, tidak hanya kekuatan fisik
tetapi juga sosial dan ekonomi. Selain itu, pelaku kekerasan ini satu-satunya
orang yang membuat keputusan dan menghabiskan uang serta waktu banyak di luar
rumah.
o
Alcohol
and drug abuse à meskipun tidak ada hubungan langsung antara
alkohol dengan perilaku kekerasan, tetapi banyak kejadian kekerasan pada
perempuan yang terjadi akibat alkohol. Alkohol diduga dapat mengurangi kontrol
pertahanan diri dan membuat perilaku kekerasan lebih intens dan lebih sering.
o
Integrational
transmission process àpola kekerasan menurun dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui role
modelling dan social learning. Integrational transmission ini
menunjukkan bahwa kekerasan keluarga adalah pola perilaku yang dipelajari.
Misalnya anak yang mengalami kekerasan dari orangtuanya akan menganggap
kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan masalah.
Tak
hanya pelaku kekerasan yang memiliki tanda-tanda yang menunjukkan kekerasan.
Korban kekerasan pun dapat diidentifikasi dengan indikator:
o
Fisik
ü Fisik
Ø Kerusakan
kulit (memar, luka bakar, lecet dan goresan)
Ø Kerusakan
skeletal (fraktur, luka pada mulut, bibir dan rahang)
ü Seksual
Ø Sukar
jalan dan duduk
Ø Pakaian
dalam berdarah, bernoda
Ø Genital
gatal
Ø Memar
dan berdarah di bagian perineal
Ø Penyakit
kelamin
Ø Ketergantungan
obat
Ø Tumbuh
kembang terhambat
Ø Hamil
di usia remaja
ü Emosional
Ø Gagal
dalam perkembangan
Ø Pertumbuhan
fisik tertinggal
Ø Gangguan
bicara
o
Perilaku
ü Fisik
Ø Takut
kontak dengan orang dewasa
Ø Prihatin
jika ada anak menangis
Ø Waspada
atau ketakutan
Ø Agresif/
pasif/ menarik diri
ü Seksual
Ø Harga
diri rendah
Ø Tidak
percaya pada orang lain
Ø Disfungsi
kognitif dan motorik
Ø Defisit
kemampuan personal dan sosial
Ø Lari
dari rumah
Ø Ketergantungan
obat
Ø Ide
bunuh diri dan depresi
Ø Melaporkan
sexual abuse
Ø psikotik
ü Emosional
Ø Perilaku
ekstrim: pasifàagresif
Ø Kebiasaan
yang tergantung/ destruktif
Ø Prcobaan
bunuh diri
·
Tanda bunuh diri menurut besarnya resiko
bunuh diri dibedakan menjadi dua:
o
Tanda resiko berat
§ Keinginan
mati yang sungguh-sungguh dan pernyataan berulang-ulang bahwa ia ingin mati
§ Adanya
depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa (cemas, putus asa, merasa tidak
berguna)
§ Adanya
psikosis (curiga, panik, halusinasi dengar yang menyuruhnya untuk bunuh diri)
o
Tanda bahaya
§ Pernah
melakukan percobaan bunuh diri
§ Penyakit
menahun (depresi oleh penyakit yang dideritanya)
§ Ketergantungan
obat dan alkohol à dapat melemahkan kontrol dan mengubah
dorongan
§ Hipokondriasis
§ Bertambahnya
umur, apalagi jika status individu tersebut pengangguran, maka akan semakin bahaya
untuk melakukan bunuh dirinya.
§ Pengasingan
diri à
masyarakat tidak dapat menolong dan mengatasi depresi yang berat
§ Kebangkrutan
kekayaan
§ Catatan
bunuh diri
§ Kesulitan
beradaptasi yang lama
§ Tidak
jelas adanya keuntungan sekunder
Namun
secara umum, tanda individu melakukan percobaan bunuh diri adalah:
o
Membicarakan tentang dying
o
Kehilangan sesuatu atau seseorang yang
sangat berarti akhir-akhir ini
o
Perubahan kepribadian (lelah, cemas)
o
Perubahan perilaku (nafsu makan menurun)
o
Perubahan pola tidur (oversleep, insomnia)
o
Perubahan pola makan (nafsu makan
menurun)
o
Menurunnya ketertarikan seksual
o
Harga diri rendah
o
Ketakutan hilang kontrol
o
Kurang pengharapan akan masa depan.
Komentar
Posting Komentar