Sepaket “Birthday Gift” #2 edisi Travelling to “Bromo Mountain”
Travelling,
seolah-olah menjadi kata yang tidak asing lagi bagi semua orang. Rekreasi atau
hanya sekedar menghabiskan waktu liburan ke luar kota, dan bisa dibilang
melupakan sejenak rutinitas sehari-hari dengan maksud menghilangkan penat yang
telah bersarang dalam otak.
Perjalanan pertama (3
September 2013) dimulai dengan menuju wisata alam Gunung Bromo, Jawa Timur.
Berbekal keberanian dan nekat, tiga bersaudara memulai petualangan ini.
Berangkat dari kota kelahiran (Tuban) menuju terminal Arjosari Malang,
membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Sesampainya disana, tak kunjung jua sosok yang
notabene guide ke Gunung Bromo, dan
menuntut kami untuk menunggunya. Tiga puluh menit pun berlalu, dan muncullah
sosok dengan jaket hitamnya menghampiri kami bertiga. Kami menaiki jeep menuju “penginapan” di daerah
Tumpang untuk transit sejenak sebelum menikmati keindahan Gunung Bromo dan
sekitarnnya. Angin malam yang dinginpun berhembus hingga menusuk relung hati.
Tengah malam sekitar pukul
01.00, kami dibangunkan dan bersiap menuju Pananjakan 1 untuk menikmati
indahnya sunrise. Perjalanan menuju
lokasi membutuhkan waktu sekitar 2 jam, dengan venue yang berbanding terbalik dengan keramaian kota. Kami melewati
hutan, desa terakhir dan tertinggi di Asia Tenggara, padang rumput dan padang pasir,
dimana ketika melewati padang pasir tersebut membuat rombongan kami sedikit
tersesat dikarenakan kurangnya cahaya dan tebalnya kabut.
Pukul 04.00 pagi, kami
sampai di Pananjakan 1. Begitu turun dari jeep,
udara dingin semakin menusuk. Kami berhenti sejenak di warung. Walaupun
sudah memakai jaket yang tebal, itu semua belum cukup. Hanya dengan merogoh
kocek 10 ribu, kami menyewa jaket lagi untuk menghindari hipotermia (kedinginan). Selain itu, wajib juga memakai sarung
tangan, masker, dan kaos kaki. Namun ketiga barang tersebut tidak disewakan,
tapi dijual. Suasana disana sudah mulai ramai, untung kami datang lebih awal.
Kami pun naik ke Pananjakan sekitar 2 km dari parkir jeep.
Sesampainya di atas,
ternyata sudah ramai dan tribun sudah mulai penuh. Kami duduk di
paling belakang dan paling atas. Perlahan matahari mulai muncul dan terlihat
sangat indah dengan pancaran sinarnya. Subhanallah !!! Sorakan dan teriakan sebagai
sambutan dari penonton semua menambah rasa haru akan ciptaan Allah. Tak ingin
melewatkan moment indah tersebut, DSLR pun beraksi. Foto-foto sebagai
dokumentasi setiap waktu bagi kami menjadi hal yang paling berharga. Dari sini,
terlihat pula Gunung Bromo yang masih aktif mengeluarkan asapnya, serta Gunung
Semeru yang berada di belakangnya menambah indahnya panorama pagi itu.
it's time to enjoy SUNRISE @BROMO MOUNTAIN
Jam menunjukkan pukul 06.30,
kami turun dari Pananjakan 1 dan menuju Bukit Cinta (Love Hill). Ketika
berdiri di tepi dan melihat sisi sebelah kanan Bukit Cinta, serasa berada di
atas awan. Gumpalan awan putih yang tebal dan banyak disertai dengan pancaran
sinar matahari.
Selanjutnya kami menuju
tujuan utama dari petualangan ini, puncak Gunung Bromo. Melewati perjalanan
cukup panjang dengan jalan kaki, tak kuasa kaki ini menapakinya. Akhirnya kami
memutuskan untuk naik kuda menuju batas bawah anak tangga Gunung Bromo.
Kami pun saling memotivasi
demi menaiki 250 anak tangga menuju puncak Bromo. Bau yang khas dari gunung
aktif pun mulai menyeruak di hidung kami, bau belerang. Kawah Bromo berbentuk
cekungan dan dipenuhi dengan gumpalan asap belerang. Perasaan yang tak bisa
lagi diungkapkan dengan kata-kata. Ini semua menjawab mimpi sekaligus nadzar
“sebelum lulus kuliah, harus bisa menaklukkan puncak gunung”. Dokumentasi
puncak menjadi icon penting dan
tujuan khusus dari diri saya.
Padang Pasir atau pasir
berisik menjadi destinasi kami selanjutnya. Tampak hamparan pasir yang sangat
luas dengan background Bromo. Layaknya
anak kecil yang belum pernah menyentuh pasir. Duduk bersimpuh di hamparan pasir
dengan strukturnya yang meliuk-liuk, menerbangkan pasir hingga saling lempar
pasir. Mungkin di benak guide, masa
kecil kami kurang bahagia. Tanpa memperdulikan sekitar, kami tetap bersikeras
“bermain” dengan pasir tersebut.
Destinasi terakhir yaitu
menuju bukit Teletubbies atau padang rumput. Sayangnya, rumput disini tampak
kering, karena musim kemarau. Tapi, warna kuning pada rumput tak mengurangi
keindahan bukit sedikitpun. Kami tetap bisa menikmati indahnya bukit
Teletubbies. Awalnya kami menikmatinya dengan duduk di atas jeep, namun belum sah jika belum
menginjakkan kaki di bukit itu. Akhirnya kami turun dan berlari-lari layaknya
film-film Hollywood.
Empat destinasi pokok sudah
terlewati dan terdokumentasi dengan baik. Namun ada tawaran khusus dari guide, menuju air terjun.
Lokasinya cukup jauh dari parkiran menuju air terjun tersebut. Sekitar 2 km
untuk dapat menikmati keindahan air terjun. Menuju ke lokasi tidak memerlukan
banyak tenaga karena rutenya turun, namun ketika kembali ke parkiran, kami
harus menaiki tanjakan-tanjakan landai dan cukup banyak.
Lengkap sudah paket liburan
Bromo, dan kami kembali ke penginapan untuk dapat bersiap melanjutkan
perjalanan ke kota selanjutnya (Yogyakarta). Kami sangat puas dengan service yang diberikan. Hanya dengan
400ribu per orang (total 1,2 juta), kami sudah dapat menikmati banyak obyek
wisata yang mungkin tidak akan didapatkan jika berangkat dari Probolinggo dan
hanya dengan tiga orang rombongan. Tarif idealnya jika berangkat dari Malang ke
Bromo dengan tiga orang sekitar 1,5juta (@500ribu). Tapi dengan negosiasi dan
rayuan maut, akhirnya dapat juga harga yang lebih murah.
Jika berangkat dari
Probolinggo, penginapan dan transport memang lebih murah, tapi untuk penambahan
destinasi akan dikenakan biaya tambahan lagi per orang, dan bisa dibilang lebih
mahal.
Thanks
to Sersan J*** as our guide :D.
SEMERU will be our next destination.
Insyaallah J
Komentar
Posting Komentar